Keadaan Budaya Hukum di Indonesia
Keadaan
Budaya Hukum di Indonesia
Oleh: Zalfa Amira (170110200020)
Budaya
hukum merupakan hal yang sangat penting untuk ditegakkan dalam suatu negara.
Sayangnya di Indonesia masih banyak kasus yang menunjukkan kurangnya perhatian
yang ditekankan pada pentingnya budaya hukum. Pada dasarnya, budaya hukum
adalah nilai, pemikiran, serta harapan atas kaidah atau norma dalam kehidupan
sosial masyarakat. Penguatan hukum ini tentunya tetap melekat dari norma serta
nilai-nilai dasar yang disepakati dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan kata lain budaya hukum dapat diartikan sebagai
bagian dari kebudayaan manusia yang merupakan tanggapan umum yang sama dari
masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala hukum yang terjadi di masyarakat.
Tanggapan itu merupakan kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai dan perilaku
hukum. Jadi suatu budaya hukum menunjukkan tentang pola perilaku individu
sebagai anggota masyarakat yang menggambarkan tanggapan (orientasi) yang sama
terhadap kehidupan hukum yang dihayati masyarakat bersangkutan (Hadikusuma, 1986).
Apa yang dimaksud budaya hukum adalah keseluruhan faktor
yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempatnya yang logis dalam
kerangka budaya milik masyarakat umum. Budaya hukum bukanlah apa yang secara
kasar disebut opini publik para antropolog, budaya itu tidak sekadar berarti
himpunan fragmen-fragmen tingkah laku (pemikiran) yang saling terlepas, istilah
budaya diartikan sebagai keseluruhan nilai sosial yang berhubungan dengan hukum
(Soekanto, 1977, p. 2).
Meskipun budaya hukum berkaitan dengan berbagai faktor
penting dalam proses penegakkan hukum, masih banyak kesenjangan yang terjadi
antara hukum yang seharusnya dengan hukum dalam kenyataannya. Masyarakat
Indonesia masih banyak yang menganggap budaya hukum tidak penting. Minimnya kesadaran,
pengetahuan dan pemahaman yang mengakibatkan sulitnya suatu norma hukum dapat
diterapkan tegak dan ditaati sebagaimana mestinya.
Menurut saya, budaya hukum di Indonesia semakin lama
semakin luntur yang akan membahayakan sistem hukum secara keseluruhan. Budaya
hukum di Indonesia seharusnya menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, dan
berorientasi kepada kepentingan serta kesejahteraan masyarakat. Tetapi
kenyataannya masih banyak warga Indonesia yang lebih mendahulukan kepentingan
pribadi diatas kepentingan bersama. Sikap ini tumbuh pada mayoritas warga
Indonesia bahkan aparat penegak hukum banyak yang dianggap tidak adil sampai
menumbuhkan kecurigaan terjadinya penyuapan.
Hal ini menjadi bukti nyata bahwa jika budaya hukum
diabaikan, maka dapat dipastikan sistem hukumnya akan mengalami kegagalan yang
ditandai dengan munculnya berbagai gejala yang berbeda. Adapun gejala yang
dimaksud yaitu seperti muncul kekeliruan informasi mengenai isi peraturan hukum
yang ingin disampaikan kepada masyarakat, perbedaan antara apa yang dikehendaki
oleh undang-undang dengan praktik yang dijalankan oleh masyarakat. Masyarakat
lebih memilih untuk tetap bertingkah laku sesuai kepentingannya tanpa memikirkan
kepentingan bersama.
Sejalan
dengan itu, maka diperlukan upaya pembangunan hukum, yang sering diartikan
sebagai penyelenggaraan perubahan tertentu terhadap masyarakat. Upaya perubahan
penyelenggaraan hukum diharapkan dapat meningkatkan keteraturan dalam
masyarakat agar dapat lebih terkendali secara efektif dan efisien. Dalam upaya
pemulihan budaya hukum yang menjadi perhatian utama adalah kesadaran
masyarakat. Hal ini dikarenakan masuarakat Indonesia termasuk golongan
masyarakat majemuk atau pluralistic, yang mencakup berbagai kepribadian dan
kepentingan. Selain itu, sikap para pelaksana hukum maupun para penegak hukum
memiliki peranan yang besar dalam membina pertumbuhan kesadaran masyarakat.
Adapun
upaya untuk meningkatkan budaya dan kesadaran hukum dapat dilakukan dengan meningkatkan
pendidikan serta sosialisasi berbagai peraturan perundangundangan untuk mematuhi
dan mentaati hukum serta penegakan supremasi hukum (Jawardi, 2016). Dengan implementasi
budaya hukum dalam pendidikan diharapkan masyarakat dapat lebih mengerti dan
menghargai pentingnya budaya hukum dalam praktek penegakkan hukum itu sendiri. Sosialisasi
budaya hukum yang ditanamkan dari usia muda akan menjadi lebih efektif dan
diharapkan dapat menciptakan perubahan.
Selain
meningkatkan pendidikan dan sosialisasi, budaya hukum juga bisa ditanamkan
melalui penyuluhan hukum. Penyuluhan hukum merupakan salah satu kegiatan
penyebaran informasi dan pemahaman norma hukum serta peraturan
perundang-undangan sebagai upaya mengembangkan kesadaran hukum masyarakat agar kehidupan
berbangsa dan bernegara berjalan tertib dan taat pada norma hukum yang berlaku.
Penyuluhan hukum dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Penyuluhan hukum langsung dilakukan dengan cara bertatap muka, sedangkan
penyuluhan hukum tidak langsung dilakukan dengan perantara seperti melalui
media cetak dan elektronik.
Kesimpulan
yang dapat saya ambil yaitu budaya hukum merupakan suatu norma atau peraturan
yang disepakati seluruh mnasyarakat yang dibawa secara turun-temurun di suatu
daerah tertentu. Budaya hukum di Indonesia menjunjung tinggi kejujuran,
keadilan, dan berorientasi kepada kepentingan serta kesejahteraan masyarakat
yang sejalan dengan Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini sangatlah penting
untuk ditegakkan di suatu negara, tanpa budaya hukum masyarakat akan lebih
mementingkan kepentingan pribadi walaupun melenceng dan melanggar peraturan
yang ada.
Saat
ini Indonesia terlihat sudah mulai mengabaikan budaya hukum yang berlaku. Masih
banyak kasus korupsi yang terjadi bahkan kecurigaan mengenai hakim yang disuap
saat proses penegakkan hukum. Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat Indonesia
masih lebih mengedepankan kepentingan pribadi diatas kepentingan hukum. Adapun cara
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dapat dilakukan
dengan meningkatkan pendidikan, sosialisasi, dan penyuluhan hukum.
Sumber
Purba,
I. P. (2017). Penguatan budaya hukum masyarakat untuk menghasilkan
kewarganegaraan transformatif. Jurnal Civics: Media Kajian
Kewarganegaraan, 14(2), 146-153.
Komentar
Posting Komentar