Budaya Hukum yang Berkembang di Indonesia

 Shinta Nuradha Azzahra - 170110200040

Masyarakat pada umumnya cenderung untuk bertingkah laku menurut suatu kerangka atau pola perilakuan yang sudah membudaya dan apabila timbul perbuatan yang melanggar hukum biasanya warga masyarakat berperilaku menurut sistem normatif yang dipelajarinya didalam kerangka sosial dan budaya (Makmur, 2015). Pemberdayaan hukum dalam masyarakat dapat mengalami hambatan-hambatan yang antara lain disebabkan karena kenyataan-kenyataan sebagai berikut:

1.     Tata cara atau prosedur hukum sangat lamban.

2.     Seringkali hukum dipergunakan untuk memecahkan kasus-kasus yang bersifat seketika.

3.    Adanya asumsi yang kuat dikalangan hukum, bahwa hukum yang sesuai dengan sendirinya berlaku.

4.     Kewibawaan hukum sering kalah oleh kewibawaan bidang-bidang kehidupan lainnya.

5.     Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pembudayaan hukum.

6.  Adanya kalangan-kalangan tertentu yang merasa dirinya tidak terikat pada hukum yang telah dibentuknya.

Para aparat penegak hukum di Indonesia agaknya belum dapat menunjukkan keseriusannya dalam penegakan hukum pidana untuk menekan berbagai tindak pidana khususnya tindak pidana yang berdampak luas seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang misalnya sehingga aspek struktur hukum dalam hal ini kinerja aparat penegak hukum harus dibenahi. Jika budaya hukum diabaikan, maka dapat dipastikan akan terjadi kegagalan dari sistem hukum modern yang ditandai dengan munculnya berbagai gejala seperti: kekeliruan informasi mengenai isi peraturan hukum yang ingin disampaikan kepada masyarakat, muncul perbedaan antara apa yang dikehendaki oleh undang-undang dengan praktek yang dijalankan oleh masyarakat. Masyarakat lebih memilih untuk tetap bertingkah laku sesuai dengan apa yang telah menjadi nilai-nilai dan pandangan dalam kehidupan mereka (Makmur, 2015).

Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap para aparat penegak hukum terhadap penegakan hukum pidana di Indonesia yang dinilai buruk harus segera dikembalikan dan dipulihkan dengan perbaikan pada aspek struktur dan substansi hukum yang diiringi dengan adanya budaya hukum. Situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani dan negara harus sudah memiliki kertas biru atau blue print untuk dapat mewujudkan seperti apa yang dicita citakan pendiri bangsa ini. Namun mental dan moral korup yang merusak serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistim hukum dan tujuan hukum dari pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum yang baik. Sebagai gambaran bahwa penegakkan hukum merupakan karakter atau jati diri bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi dari Pancasila dan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (Makmur, 2015).

Pada kenyataannya, konsepsi hukum yang bersifat nasional mudah diterima oleh masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan sosial ekonomi, namun yang menyangkut sosial budaya dan agama terutama dalam bidang hukum kekeluargaan dan perilaku keagamaan merupakan soal yang peka dalam masyarakat. Tegaknya hukum menunjang ketertiban sosial, turut menjadi ukuran nilai untuk mengukur tingkat budaya dan peradaban suatu masyarakat atau bangsa. Dalam konteks ini dapat dilihat hukum berperan sebagai sarana penegak tertib hukum, sebagai sarana penegak keadilan, sebagai penunjang cita-cita demokrasi, penunjang gagasan pemerataan kesejahteraan, pencegah kesewenang- wenangan (Sesse, 2013).

Referensi

Makmur, S. (2015). BUDAYA HUKUM DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 2(2), 383–410. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v2i2.2387

Sesse, M. S. (2013). BUDAYA HUKUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL. Jurnal Hukum Diktum, 11(2), 171–179.

Komentar

Postingan Populer