Budaya Hukum Yang Berkembang di Indonesia
Budaya Hukum yang Berkembang di Indonesia
Abstrak Hukum merupakan sebuah produk budaya. Bahkan hukum dianggap
sebagai benda mati, yang tiada artinya jika tak dibuat dengan kesadaran akan
urgensi dan ketulusan untuk melaksanakannya. Hukum hanya akan jadi lelucon dan
lawakan apabila yang membuatnya menjadi pelanggar hukum nomor satu, dan yang
melaksanakannya adalah bangsa tak berbudaya hukum. Lawrence Meil Friedman
memiliki anekdot yang menarik tentang hal ini, "Without legal culture, the
legal system is inert-a dead fish lying in a basket, not a living fish swimming
in its sea." Hukum di negara ini niscaya tak berdaya, ibarat ikan mati,
jika tak disokong oleh budaya hukum bangsa sendiri. Penulisan penelitian ini
menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis. Data yang dikaji lebih
mengedepankan aspek empiris dari fenomena masyarakat. Didalamnya ditelaah
sejauhmana budaya hukum masyarakat tumbuh dan berkembang. Sedang telaah
teoretis yang menjadi pisau analisis penelitian ini adalah ungkapan dari
Satjipto Rahardjo yang mengatakan, "hukum adalah untuk manusia."
Suatu aturan hukum tidak dapat dilepas dari aspek manusia. Bahkan ia
sesungguhnya berpusat pada manusia, karena esensi dan eksistensinya berpusat
pada manusia (antro posentris). Dari, oleh, dan untuk manusia. Seperti yang
dikemukakan dan diyakini oleh seorang ahli hukum Jerman, F. C. von Savigny,
bahwa budaya merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam menentukan
corak hukum suatu masyarakat, karena hukum bukan merupakan suatu hal yang
dibuat, melainkan suatu hal yang tumbuh bersamaan dengan masyarakat tersebut.
Menurut Lawrence M. Friedman, budaya hukum dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
- - Internal Legal Culture, kultur yang dimiliki
oleh struktur hukum (dikembangkan oleh para aparat penegak hukum).
- - External Legal Culture, kultur hukum masyarakat pada umumnya (melibatkan masyarakat luas secara umum). Seperti Lawrence M. Friedman, menurut Daniel S. Lev, budaya hukum juga dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
-
Budaya
Hukum Prosedural, nilai yang ada dalam masyarakat yang digunakan untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan, seperti sengketa dan manajemen konflik.
-
Budaya
Hukum Substantif, asumsi fundamental mengenai hal-hal yang adil dan yang tidak
menurut masyarakat.
Kedua jenis budaya hukum
yang disebutkan oleh Lawrence M. Friedman merupakan dua hal yang berkaitan dan
memengaruhi satu sama lain. Budaya hukum eksternal yang sehat akan menarik
budaya hukum internal menjadi sehat pula, karena aparat penegak hukum sendiri
pada dasarnya merupakan dan berawal dari masyarakat pula. Sebagai contoh,
budaya suap yang terbilang sudah merajalela di Indonesia. Jika masyarakat
(budaya hukum eksternal) terbiasa untuk tidak memberi suap, maka para aparat
penegak hukum (budaya hukum internal) pun tidak akan terbiasa meminta ataupun
mengharapkan suap. Begitu juga sebaliknya, bila aparat penegak hukum terbiasa untuk
menolak suap, maka masyarakat pun tidak akan berinisiatif memberi suap.
Kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan adalah gagasan
menciptakan budaya hukum masyarakat Indonesia yang mengedepankan kesadaran
untuk bertindak, berbuat, dan berperilaku atas dasar hukum yang seharusnya.
Selain perbaikan loyalitas penegak hukum dan rekontruksi kepatuhan seluruh
lapisan masyarakat.
Komentar
Posting Komentar