BUDAYA HUKUM DALAM MASYARAKAT INDONESIA

 

Nama   : Zein Maulidan Aditya Wijaya

Kelas   : B

NPM   : 17011020002

BUDAYA HUKUM DALAM MASYARAKAT INDONESIA

Budaya dapat dikonsepkan menjadi tiga menurut pandangan holistis, yaitu (1) lapis dan berbasis material yag membentuk sistem material budaya, (2) lapis dan basis sosial yang membentuk sistem sosial budaya, (3) lapis dan basis mental kognitif yang membentuk sistem lambing budaya yang bersifat intersubjektif.

Menurut pandangan modern (atomistis), budaya  hanya dikonsepkan secara sempit dan terbatas, yaitu hanya sebatas sistem lambang. Pada pandangan ini, sistem material dan sistem sosial tidak termasuk kedalam konsep budaya. Budaya berkenaan /bersangkutan dengan kompleksitas hayatan, renungan, pikiran, pandangan, gagasan, dan nilai yang pada haikatnya merupakan ekspresi dan eksternalisasi kegiatan budi manusia dalam menjalani, mengembangkan, dan mempertahankan hidup dan kehidupanya di dunia.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, hamper seluruh aktivitas manusia itu adalah kebudayaan dan haya beberapa aktivitas yang bersifat refleks yang berdasarka naluri yang bukan kebudayaan. Dikemukakan lebih lanjut bahwa budaya dapat dibagi menjadi tiga jika dilihat dari wujudnya, yaitu (1) wujud yang berupa kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nnilai, norma-norma, peraturan yang berupa wujud ideal dan sifatnya abstrak, (2) wujud yang berupa kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, (3) wujud yang berupa benda-benda hasil karya manusia yang sangat sifatya sangat konkret.

Jika konsep kebudayaan dikaitkan dengan hukum, maka hukum pada hakikatnya merupakan ekspresi dari suatu kebudayaa. Tertib hukum merupakan pelaksanaan secara fungsional dari sistem kebudayaan. Sistem hukum akan bekerja apabila terdapat kekuatan-kekuatan sosial yang menggerakkan hukum. Kekuatan sosial tersebut terdiri atas elemen nilai dan sikap sosial yang dinamakan budaya hukum.  Menurut Soekanto, budaya hukum merupakan budaya nonmaterial atau spiritual. Lalu initi dari budaya hukum sebagai budaya nonmaterial atau spiritual adalah nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang baik dana pa yang buruk. Nilai-nilai tersebut merupakan dasar dari etika, norma/kaidah, dan pola perilaku manusia. Menurut Darmodiharjo dan Shidarta, budaya hukum sebenarnya identik dengan pengertian kesadaran hukum, yaitu kesadaran hukum dari subjek hukum secara keseluruhan. Terkait dengan kesadaran hukum, Soekanto dan Taneko mengemukakan bahwa kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yaitu konsepsi abstrak tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya.

Persoalan budaya hukum berarti menyangkut bagaimana cara pembinaan kesadaran hukum. Masalah pembinaan kesadaran hukum erat kaitannya dengan berbagai faktor, khususnya sikap para pelaksana hukum artinya para penegak hukum memiliki peranan yang besar dalam membina pertumbuhan kesadaran masyarakat. Kesadaran hukum dalam konteks ini berarti kesadaran untuk bertindak sesuai dengan ketentuan hukum dan berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku anggota masyarakatnya. Dapat saya simpulkan bahwa tingkat budaya hukum di Indonesia masih jelas rendah jika dilihat berdasarkan pemaparan diatas tentang budaya hukum, dimana budaya hukum menyangkut tentang kesadaran hukum. Masih banyak masyarakat yang hanya mengetahui hukum (bahkan sepertinya masih ada masyarakat yang tidak mengetahui apa itu hukum) tanpa merelisasikannya. Ini menunjukkan bahwa kesadaran hukum masyarakat Indonesia masih rendah. Lalu Jika kita melihat kenyataan yang ada di Indonesia, terutama di daerah pedesaan terlihat jelas bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam hukum berbeda dengan nilai-nilai yang telah melekat dalam kehidupan masyarakat desa. Hal ini mengingat tingkat pengetahuan masyarakat desa masih rendah sehingga mereka sulit memahami apa yang dikehendaki oleh hukum. Di semua masyarakat yang bersifat kompleks seperti Indonesia (dan juga negara bekas jajahan) terdapat jarak pemisah antara struktur formal dan prosedur kelembagaan. Akibatnya munculah hukum kelembagaan Gresham, yakni proses formal cenderung dihindarkan dalam rangka menyelesaikan perselisihan dan cenderung ke proses yang bersifat kekeluargaan yang lebih akomodatif. Kompromi merupakan cara utama penyelesaian perselisihan.

 

Referensi

Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H. 2015. Konstruksi baru budaya hukum hakim berbasis hukum progresif. Prenada Media Group

Makmur, Syafruddin. Budaya Hukum Dalam Masyarakat Multikultural. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.

Komentar

Postingan Populer